KEBERSIHAN DI KOTA TOKYO
Bagi yang pertama kali datang ke
Tokyo, mungkin akan terheran-heran seraya terkagum-kagum. Bukan hanya
karena Tokyo merupakan kota megapolitan yang dipenuhi gedung-gedung yang
tersusun rapih, melainkan juga karena kebersihan dan keindahan kota
yang senantiasa terjaga. Ketika seseorang berjalan menyusuri sudut-sudut
kota, pastilah tidak mudah untuk bisa menemukan sampah. Meski di Tokyo
tidak pernah ada tulisan
“Dilarang Buang Sampah disini!” sebagaimana yang sering ditemui di Jakarta atau kota-kota lainnya di Indonesia.

Meskipun di setiap sudut kota sudah terlihat bersih, di negeri Jepang, secara umum selalu dikampanyekan slogan
Utsukushi kuni (Negara
Jepang yang cantik). Kebersihan memang menjadi ciri utama Jepang, yang
rasanya sulit di jumpai di negara lain. Meski tidak ada penghargaan
semacam Kalpataru seperti yang setiap tahun diberikan pemerintah
Indonesia terhadap kota terbersih di Nusantara, masyarakat Jepang tetap
memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya menjaga kebersihan.
Mungkin budaya malu yang telah mendarah daging turut mendorong
masyarakat Jepang untuk tidak buang sampah sembarangan dan selalu
berusaha hidup bersih.

Secara
umum kota-kota di Jepang sangat bersih. Bukan hanya di sepanjang jalan
utama, namun lebih jauh ke dalam, digang-gang kecil bahkan di sepanjang
daerah aliran sungai termasuk juga didalamnya. Walaupun bersih yang
dimaksud masih harus diberi tanda kutip, karena air sungainya berwarna
kehijauan terlihat sedikit aneh, namun aneka macam sampah, terutama
sampah-sampah plastik hampir tidak terlihat. Sungai di beberapa tempat
di pusat kota ada yang dijadikan sebagai tempat wisata. Kalau sungainya
kotor dan bau, tentu tidak ada orang yang mau datang.

Pemerintah
Jepang sendiri memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola sampah,
baik sampah rumah tangga maupun sampah industri. Masyarakat diberikan
arahan mengenai bagaimana mereka seharusnya menangani sampah baik di
rumah maupun di lingkungan disekitarnya. Salah satu cara pengelolaan
sampah yang diterapkan misalnya dilakukannya pemisahan jenis-jenis
sampah yang dimulai dari rumah.
Pemisahan dan pengelompokan sampah di setiap kota di Jepang
berbeda-beda meskipun secara umum sama. Misalnya di kota Toyohashi,
pemerintahnya membagi tujuh kategori sampah rumah tangga yang mesti
dipisahkan sendiri-sendiri oleh warga kota sebelum diletakkan/dibuang ke
tempat yang ditentukan pada hari yang dijadwalkan. Ketujuh itu yakni:
1)
Moyasu Gomi atau Sampah yang dapat dibakar (
Burnable Waste), 2)
Umeru Gomi atau Sampah urug (
Land-fill Waste), 3)
Purasutikku Gomi atau Sampah plastik (
Plastic Waste), 4)
Kowasu Gomi atau Sampah yang dapat dihancurkan/diremukkan (
Crushable Waste), 5)
Yuugai Gomi atau Sampah yang beresiko/berbahaya (
Hazardous Waste), 6)
Shigen Gomi atau Sampah yang dapat didaur ulang (
Recyclable Waste) dan 7)
Okina Gomi atau Sampah besar (
Bulky Waste).

Di kota Tokyo sendiri sampah dipisahkan dalam empat kelompok, yaitu 1)
Combustible Waste (sampah yang dapat dibakar), 2)
Non-Combustible Waste
(sampah yang tak dapat dibakar) seperti plastic, steoroform, sampah
kaca atau beling, dan lain-lain, 3) Recyclable Items (sampah yang dapat
didaur ulang) seperti Koran dan majalah, botol-botol plastik, kotak
kardus, dan lain-lain, dan 4)
Large-size Waste (sampah
berukuran besar) yaitu sampah yang beukuran lebih dari 30 cm, seperti
meja, kursi, lemari, dan lain-lainnya. Untuk sampah elektronik seperti
televisi, kulkas, mesin cuci, komputer dan lain-lain harus dikembalikan
ke toko dimana barang tersebut dibeli.
Di kota yang penduduknya sangat padat ini, limbah rumah tangga yang
berbentuk cairan tidak bisa dialirkan ke dalam got begitu saja, namun
semuanya harus tersambung ke pipa milik pemerintah. Tokyo terkenal
dengan sistem transportasi umum bawah tanahnya atau yang biasa disebut
Subway. Bayangkan saja kalau seandainya semua warga bisa menggali dan
membuat lubang kamar mandinya sendiri, stasiun dan jalur kereta api yang
letaknya dibawah tanah tentu bisa bau bahkan bangunan bisa jebol
kebawah. Membuat bangunan rumah atau gedung di sini juga cendrung
membutuhkan waktu lama, hanya untuk urusan bawah tanah seperti pipa air,
limbah dll.

Selain
adanya pemisahan, masyarakat juga tidak bisa membuang sampah pada
sembarang waktu. Setiap jenis sampah hanya boleh dibuang pada waktu yang
telah ditentukan. Orang disini menyebutnya hari membuang sampah, dimana
tiap jenis sampah akan dikumpulkan oleh petugas kebersihan kota pada
hari yang berbeda. Untuk sampah yang dapat dibakar, petugas kebersihan
kota akan mengambilnya dua kali setiap minggunya, dengan hari yang
berbeda untuk setiap kecamatan dan keluarahan. Sampah yang tidak dapat
dibakar dan sampah yang dapat didaur ulang diangkut seminggu sekali.
Sementara untuk sampah berukuran besar, seorang yang akan membuang
sampah harus memesan terlebih dulu ke dinas kebersihan dan biasanya akan
dikenakan biaya transport dan biaya pembuangan.
Masyarakat Jepang tentu saja tidak mengenal konsep
“kebersihan sebagian dari pada iman”
sebagaimana yang ada di negeri-negeri Muslim. Namun semangat dan
disiplin mereka dalam menjaga kebersihan sama sekali tidak diragukan. Di
negeri-negeri muslim seperti Indonesia, tumpukan sampah yang menggunung
dipinggir jalan sangat mudah ditemukan, bahkan dikota sebesar Jakarta.
Bandara Internasional di Dubai terkenal paling mewah, tapi juga
sekaligus terkenal jorok dan kotor. Bagi mereka yang pernah pergi haji
pasti menemukan pemandangan yang sama sekali jauh dari semangat menjaga
kebersihan. Sampah tidak hanya menumpuk di Musdhalifah, tapi juga
berserakan disepanjang jalan dari Masjidil haram ke Mina.
(Mukhamad Najib, Tokyo Jepang)
No comments:
Post a Comment